Ketika sekolah dasar, pertanyaan tentang “cita-cita”, pasti tak pernah luput dari daftar pertanyaan yang
selalu guru tanyakan kepada murid. Lalu apa jawaban kita? Dan apakah jawaban
itu menjadi pondasi dalam menyongsong masa depan? Lalu apa masa cita-cita mu?
Ketika saya ditanya, apa cita-cita ketika besar. Saya dengan
lantang menjawab ingin menjadi “guru”. entah itu adalah jawaban dari hati atau
karena itu adalah jawaban tren saat itu.
Ada banyak jawaban yang sering dijawab oleh murid-murid ketika ditanya oleh guru
diantaranya menjadi dokter, tentara, polisi, dan guru.
Dahulu, cita-cita menjadi guru mungkin hanya sekedar ikut-ikutan,
dengan jawaban yang hampir sama dengan jawaban anak-anak yang lain. Namun, semakin
bertambah usia, semakin banyak jejak langkah yang dibuat, semakin tinggi anak
tangga yang tapaki mengubah sedikit pandangan. Guru adalah orang tua kedua.
Setelah orang tua di rumah, guru adalah sumber pengetahuan kedua. Namun, menjadi seorang guru tidak semudah yang dilihat.
Menjadi seorang guru berarti siap menjadi panutan untuk murid-muridnya. Siap
menjadi kamus pengetahuan murid-murid, siap menjadi nahkoda yang mengarahkan
dan memberikan pandangan untuk melangkah kedepannya.
Beberapa waktu lalu di desa Galanti, Sulawesi Tenggara , saya
mencoba uji nyali dengan masuk disalah satu kelas di Sekolah Dasar Negeri 1
Galanti. Kelas yang saya pilih adalah kelas 1. Rencana saya ingin mengabungkan
antara kelas 1 dan 2. Namun, melihat kondisi
yang kurang memungkinkan, sehingga hanya kelas 1 saja. tetapi ada beberapa anak
kelas 2 yang bergabung dan terpaksa berdiri karena tak mendapat kursi.
Awalnya saya hanya ingin bermain
di luar kelas dengan mengajarkan sedikit tentang menjaga kebersihan lingkungan.
Tetapi, belum ada satu guru pun yang masuk sementara waktu telah menunjukkan
waktu yang semestinya pelajaran telah dimulai. Menurut laporan kepala sekolah
kepada kami saat meminta ijin kegiatan, pelajaran akan dikosongkan selama
kegiatan kami (mahasiswa Cerdas Sultraku) berlangsung.
Agar tak canggung, saya pun memperkenalkan diri dengan sebutan
“Kaka”. Kemudian saya lanjutkan dengan menertibkan mereka untuk duduk manis. saya
teringat ketika saya masih berada di Taman Kanak-kanak bagaimana guru membuat
kami (saya dan teman TK) menjadi tertib. Saya pun menerapkannya disekolah ini
dan Alhamdulillah mereka dapat duduk dengan tenang walaupun beberapa ada yang
cukup bandel tidak mau mengikut untuk duduk tenang. Beberapa kali saya harus
menghampiri ke tempat duduk mereka karena usil pada teman sebangkunya.
Beberapa saat kemudian
beberapa adik kelas 2 kembali ke kelasnya karena pelajaran akan dimulai. Saya
pun melanjutkan pelajaran dengan tersisa murid kelas satu semua. Saya pun
bertanya apakah mereka sudah bisa membaca Al-fatiha dan doa sebelum belajar?
Alhamdulillah semua murid sudah tahu doa Al-fatihah dan doa belajar. Kami pun membacanya bersama-sama untuk
menandakan pelajaran akan dimulai. Saya memulai pelajaran dengan memperkenalkan
angka dan Alhamdulillah semua sudah dapat berhitung dari 1-10. Saya pun melanjutkan
dengan memperkenalkan huruf. Dan alhamdulilah lagi semua sudah mengetahui. Saya
pun kemudian menulis di papan tulis, yang kemudian mereka tulis kembali
dibukunya masing-masing. Mereka sudah dapat menulis huruf dengan baik, namun
masih ada yang perlu dibimbing dalam penulisan. Saya pun mengapresiasi mereka
dengan memberika nilai untuk tulisan mereka sambil berpesan agar diulang
kembali di rumah setelah pulang sekolah.
Sayang, waktu saya tidak lama. Saya harus segera bergegas kembali
ke kota karena ada urusan lain. Namun, ada satu hal yang membuat saya merasa
bercampuk aduk. Satu kalimat yang menyentuh saya dan membuat saya hampir
mengurungkan niat untuk pulang segera. “IBU GURU, BESOK AJAR KITA LAGI E".
saya tidak menyangkah bahwa, beberapa jam bersama mereka bisa membuat mereka
berkata seperti itu. ini bukanlah sesuatu yang perlu saya banggakan karena
telah berhasil menyentuh anak-anak. Namun bagi saya ini adalah langkah awal
mengenal dunia pendidikan. Bahwa, jika saya mempunyai mimpi untuk menjadi
seorang guru maka saya harus banyak belajar. Agar tidak salah mengajarkan nilai
kehidupan. Sebab menjadi guru menurut saya, adalah sebuah tugas mulia dalam
membentuk karakter manusia.
**
Mungkin ini yang bisa sedikit saya bagi. Semoga ada hikmah yang
bisa dipetik dari pengalaman saya ini. terima kasih telah membaca. Wassalam
Comments
Post a Comment