Mengawali artikel ini, saya akan
sedikit bercerita tentang pengalaman sewaktu kembali ke tanah air. Banjir
bukan lagi hal yang baru atau mengagetkan untuk masyarakat Semarang Jawa
Tengah. Setiap tahun, tanpa diingatkan
masyarakat pasti sudah tahu. Biasanya banjir sudah mulai terjadi sejak
Desember dan puncaknya pada Januari.
Jadi bukan hal yang mengejutkan lagi kalau menemukan genangan air. 24 Januari 2014 saya menginjakkan kaki lagi di kota Semarang setelah
kurang lebih setahun saya berada di negeri gingseng. Tapi saya tidak menyangkah
bahwa sambutan Semarang semeriah ini. jauh dari yang saya bayangkan. Air ada
dimana-mana dan ketinggian airnya sepaha orang dewasa. Banyak transportasi
mengalah tidak beroperasi. Dan inilah yang membuat saya sedikit khawatir.
Bagaimana tidak, setelah perjalanan kurang lebih 1 tahun tidak mungkin barang
yang dibawa hanya membawa tas ransel.
Alhamdulillah dari pihak kampus akan mengantar ke masing-masing kos,
tapi setelah di amati untuk kos saya tidak memungkinkan untuk dilewati. Akhirnya saya diantarkan di “Kampoeng
Semarang” (pusat oleh-oleh) yang tidak
terkena banjir. Jaraknya pun sudah tidak terlalu jauh, walaupun lumayan jauh
(nahlooo,, jdi jauh apa enggak?). Dan setelah
itulah perjuangan saya dimulai. Setelah beberapa lama berembuk dengan teman,
akhirnya saya dan teman mengalah untuk berjalan kaki sementara barang akan
dibawa dengan becak. Sungguh perubahan yang sangat jauh. sebelumnya saya masih
bermain dengan banjir salju, dan sekarang saya dihadapkan dengan banjir air.
Oh, Tuhan,,
Tapi inilah kenyataan yang terjadi,
maju atau tetap berdiri menunggu hinggah surut yang tidak jelas kapan akan
terjadi. Walaupun berat to itulah kenyataannya. Kenyataan bahwa sekarang adalah
banjir.
Banjir yang terjadi bukan hanya di
Semarang, ada beberapa tempat juga
diantaranya DKI Jakarta ,Bekasi, Tanggerang, Karawang, Subang, pati,
Blitar, dan beberapa kota lain di Indonesia juga . Sebenarnya masalah banjir
bukan merupakan masalah baru. Sejak zaman penjajahan pun, banjir sudah
melandah, terutama Jakarta. Bahkan berdasarkan catatan sejarah,, banjir sudah terjadi di Jakarta sejak 1.600
tahun yang lalu. Hal ini terlihat dari prasasti
Tugu (sekitar tahun 403) yang merupakan peninggalan Kearajaan
Tarumanegara yang ditemukan di
Cilincing, Kecamatan koja, Jakarta Utara. Dalam prasasti itu berisi tentang
penggalian kanal atau sungai Candrabhaga
dan sungai Gomati oleh raja Purnawarman dari
Kerajaan Tarumanegara yang bertujuan untuk menghindari bencana banjir
yang sering terjadi pasa masa pemerintahan Purnawarman.
Jadi banjir bukanlah hal baru lagi
terjadi. Namun, bukan kah itu menjadi pelajaran bagi kita untuk berpikir
bagaimana cara untuk menanggulangi
banjir yang telah terjadi sejak dahulu kala. Atau mungkin masyarakat lebih
nyaman dengan keadaan seperti ini dan menjadikan banjir sebuah musim yang
menyenangkan. Tapi sepertinya tidak. Jelas banjir adalah kondisi yang tidak
menyenangkan, berbagai penyakit akan muncul dengan cepat. Dan lagi-lagi
pemerintah yang disalahkan atas kurang sigap dalam penggulangan banjir.
Terkadang ketika mendengar berita tersebut saya ingin teriak “ngaca dulu deh,
ngaca dulu deh, ngaca-ngaca dulu deh “. Seperti lagunya coboy junior.
Haruskah pemerintah yang bertanggung
jawab atas banjir yang terjadi? Tentu saja tidak. Kitalah masyarakat Indonesia
yang bertanggung jawab dan turut berpartisipasi
dalam melestarikan lingkungan. lalu apakah dengan membuang sampah
sembarang tempat? Atau dengan menebang pohon? Tentu tidak. Namun itulah
kenyataan yang terjadi. Itulah aktifitas yang terjadi di tengah masyarakat.
Kita tidak menginginkan banjir, namun membuang sampah disembarang tempat masih
sering kita lakukan. jadi jangan salahkan siapa-siapa jika banjir terjadi. Karena kitalah yang
bertanggung jawab atas bumi tercinta ini. berhentilah mengeluh dengan apa yang
terjadi, tapi berpikirlah bagaimana cara menanggulanginya,, jika cara
penanggulangan dirasa cukup berat, mari berpikir bagaimana melangsungkan hidup
dengan membuat suatu gebrakan baru.
“Masyarakat Indonesia seharusnya
sadar bahwa Indonesia adalah supermarket bencana alam” (BMKG Indonesia).
**
Demikian
sedikit pendapat saya mengenai banjir,, maaf jika terkesan menggurui atau
kata-katanya tidak terangkai indah sehinggah susah dimengerti. Jika ada saran
dan kritik, saya silahkan dengan hormat, semoga bisa menjadi lebih
baik lagi,, waasalam :D :D
dahulu |
sekarang |
Comments
Post a Comment